LASKAR PELANGI
Sepuluh Anak Pemberi Inspirasi
Jenis Film: Drama
Produser: Mira Lesmana
Produksi: Miles Films & Mizan Production
Sutradara: Riri Riza
Pemain:
Cut Mini
Ikranagara
Tora Sudiro
Slamet Rahardjo
Mathias Muchus
Rieke Diah Pitaloka
Cut Mini
Ikranagara
Tora Sudiro
Slamet Rahardjo
Mathias Muchus
Rieke Diah Pitaloka
Penulis skenario:
Salman Aristo
Riri Riza
Mira Lesmana
Salman Aristo
Riri Riza
Mira Lesmana
Kisah tentang tantangan kalangan pinggiran dan perjuangan hidup menggapai mimpi, serta keindahan persahabatan dengan latar belakang sebuah pulau indah yang pernah menjadi salah satu pulau terkaya di Indonesia itulah yang diungkap sutradara Riri Riza melalui film Laskar Pelangi (2009). Film yang diproduseri oleh Mira Lesmana ini berhasil menyedot penonton tak kurang dari 4,6 juta orang di Tanah Air. Fenomena ini menunjukkan kepada kita bahwa apresiasi sastra dan film generasi muda kita, khususnya, dan bangsa Indonesia, umumnya, menuju progres yang lebih baik. Karena semua orang juga tahu bahwa novel Laskar Pelangi dan filmnya diserbu oleh semua golongan umur. Sungguh tidak salah jika novel dan film Laskar Pelangi dijuluki fenomenal karena mampu memberi spirit berjuta manusia di negeri ini.
Latar Belakang Film
Film Laskar Pelangi
diangkat dari novel fenomenal karya Andrea Hirata dengan judul yang
sama. Novel ini awalnya didedikasikan untuk guru tercinta, kemudian
meledak menjadi best seller dan kini hadir di layar lebar. Novel Laskar Pelangi (2005)
adalah bagian pertama dari tetralogi novel Andrea Hirata berdasarkan
pengalaman hidupnya. Walau sebuah autobiografi, penggunaan nama-nama
fiksional menandakan bagian-bagian dari cerita ini adalah fiksi. Film
ini merupakan produksi ke-9 Miles Films dan Mizan Production. Seperti di
novelnya, cerita Laskar Pelangi berlatar belakang kehidupan di Pulau Belitong pada pertengahan tahun 1970-an.
Adegan awal
Adegan awal
Film
yang berdurasi 125 menit ini dibuka dengan adegan Ikal dewasa (Lukman
Sardi) menumpang bus untuk kembali ke kampung halamannya di Desa
Gantong, Pulau Belitung. Sambil menerawang ke luar jendela bus, suara
lamunan Ikal membimbing penonton memahami latar belakang sejarah sosial
pulau yang pernah kayak arena timah itu. Seusai adegan pembuka itu,
lamunan Ikal pun kembali pada hari pertama berangkat ke sekolah. Ia
harus menggunakan sepatu perempuan karena orang tuanya tak mampu
membelikan sepatu sekolah.
Film pun menampilkan gambar kilas balik
Belitung era 1974 saat PN Timah masih aktif beroperasi, para karyawan
berseragam biru lalu lalang dengan sepeda, dan orang tua mengantar
anak-anak mereka ke sekolah.
Sinopsis
Sinopsis
Hari
pertama pembukaan kelas baru di SD Muhammadyah menjadi sangat
menegangkan bagi dua guru luar biasa, Bu Muslimah (Cut Mini) dan Pak
Harfan (Ikranagara), serta sembilan orang murid yang menunggu di sekolah
yang terletak di desa Gantong, Belitong. Hal itu karena jika mereka
tidak berhasil mengumpulkan sepuluh murid, sekolah akan ditutup.
Hari itu, Harun (Jeffry Yanuar), seorang
murid istimewa, datang ditemani ibunya. Ia berlari melewati padang
rumput menuju ke sekolah yang bangunannya hampir roboh itu untuk menjadi penyelamat masa depan kesembilan murid yang sudah gelisah. Kesepuluh murid yang kemudian diberi nama ”Laskar Pelangi” oleh Bu Muslimah menjalin kisah yang tak terlupakan.
Lima tahun bersama, Bu Mus, Pak Harfan dan ke-10 murid dengan keunikan dan keistimewaannya masing-masing berjuang untuk terus bisa sekolah. Di antara berbagai tantangan berat dan tekanan untuk menyerah, Ikal (Zulfani), Lintang (Ferdian) dan Mahar (Veris Yamarno) dengan bakat dan kecerdasannya muncul sebagai pendorong semangat sekolah mereka. Di tengah upaya untuk tetap mempertahankan sekolah, mereka kembali harus menghadapi tantangan yang besar. Pak Harfan meninggal dunia. Musibah itu sempat membuat Bu Mus putus asa dan berhenti mengajar. Namun, menyaksikan murid-muridnya yang begitu tegar dan tetap bersemangat untuk belajar sendiri, Bu Mus pun kembali ke sekolah. Kisah sepuluh sahabat ini berakhir dengan kematian ayah Lintang yang memaksa Einstein cilik itu putus sekolah dengan sangat mengharukan. Lalu, dilanjutkan dengan kejadian dua belas tahun kemudian di mana Ikal yang berjuang di luar Pulau Belitong kembali ke kampungnya.
Inti Cerita
Lima tahun bersama, Bu Mus, Pak Harfan dan ke-10 murid dengan keunikan dan keistimewaannya masing-masing berjuang untuk terus bisa sekolah. Di antara berbagai tantangan berat dan tekanan untuk menyerah, Ikal (Zulfani), Lintang (Ferdian) dan Mahar (Veris Yamarno) dengan bakat dan kecerdasannya muncul sebagai pendorong semangat sekolah mereka. Di tengah upaya untuk tetap mempertahankan sekolah, mereka kembali harus menghadapi tantangan yang besar. Pak Harfan meninggal dunia. Musibah itu sempat membuat Bu Mus putus asa dan berhenti mengajar. Namun, menyaksikan murid-muridnya yang begitu tegar dan tetap bersemangat untuk belajar sendiri, Bu Mus pun kembali ke sekolah. Kisah sepuluh sahabat ini berakhir dengan kematian ayah Lintang yang memaksa Einstein cilik itu putus sekolah dengan sangat mengharukan. Lalu, dilanjutkan dengan kejadian dua belas tahun kemudian di mana Ikal yang berjuang di luar Pulau Belitong kembali ke kampungnya.
Inti Cerita
Inti film Laskar Pelangi adalah harapan
untuk anak Indonesia yang paling terpuruk. Kalau anak yang sekolah di
SD bobrok di pedalaman bisa sekolah di Paris, tentu saja siapa pun bisa
menggapai impian mereka. Selain mengangkat pentingnya pendidikan, film
ini juga mengisahkan persahabatan di antara sepuluh murid SD
Muhammadiyah, Belitong yang memiliki keunikan masing-masing.
Keunggulan
Keunggulan
Menonton Laskar Pelangi bisa membuat kita tertawa sekaligus menangis. Apalagi akting para pendatang baru yang memerankan Laskar Pelangi tak mengecewakan, mereka sangat natural. Hal itu bisa jadi karena mereka sebelumnya sudah menjalani latihan akting selama tiga bulan.
Dari sisi teknis, film ini digarap
dengan rapi. Sinematografer Yadi Sugandhi menampilkan gambar-gambar
indah dan terkonsep dengan baik. Dari sisi gagasan, film ini menggarap
berbagai permasalahan nyata di masyarakat dengan cara yang ringan dan
cukup bisa dinikmati. Menariknya, film ini tidak ditulis dengan bahasa
baku selayaknya film indonesia biasa, namun masih disuntik peribahasa
Indonesia baku untuk accesibility.
Setting yang dibuat oleh Eros Eflin selaku penata artistik untuk film Laskar Pelangi cukup menggambarkan nuansa tahun 70-an. Ditambah dengan syuting yang dilakukan di Belitong sehingga benar-benar tertangkap suasana lokalnya. Secara keseluruhan film Laskar Pelangi patut mendapat acungan jempol.
Teknis Penyajian
Teknis Penyajian
Film
ini menggambarkan semangat anak-anak kampung miskin itu belajar dalam
segala keterbatasan. Mereka bersekolah tanpa alas kaki, baju tanpa
kancing, atap sekolah yang bocor jika hujan, dan papan tulis yang
berlubang hingga terpaksa ditambal dengan poster.
Di bagian awal, film ini terlihat
memusatkan perhatian pada sosok Ikal. Ikal adalah anak pegawai rendahan
PN Timah yang tak mampu sekolah di SD Timah, lalu mendaftar ke SD
Muhammadiyah. Kemudian, bermunculan tokoh lain. Ada Lintang, anak super
genius didikan alam, yang rumahnya berjarak 40 km dari sekolah dan
dilaluinya dengan bersepeda setiap hari tanpa mengeluh. Bahkan ketika
suatu hari rantai sepedanya putus, dia rela berjalan kaki menuntun
sepedanya ke sekolah. Sementara seorang Mahar, calon seniman dengan gaya
yang flamboyan dan radio butut di lehernya adalah sosok yang membuat
semua kekakuan jadi cair. Lalu ada Bu Muslimah, perempuan muda yang
teguh bercita-cita sebagai guru dan Pak Harfan, Kepala SD Muhammadiyah,
yang setia mempertahankan sekolah yang hampir ambruk.
Sedikit romansa terdapat adegan si tokoh
utama (Ikal) jatuh cinta ketika melihat tangan perempuan Chinese, A
Ling, yang terang benderang. Demi bertemu dengan A Ling, Ikal berupaya
segala cara termasuk mencuri kapur milik sekolah agar ia ditugaskan
membeli kapur. Juga betapa hancur dunianya ketika A Ling pindah ke
Jakarta dengan background benda-benda di toko berjatuhan.
Dalam film garapan Riri Riza ini ada satu penambahan tokoh yang tidak ada dalam novel. Tokoh tersebut adalah Pak Mahmud yang diperankan Tora Sudiro. Menurut Riri penambahan karakter itu untuk memperkuat penyampaian pesan fim ini.
Adegan Dramatis
Adegan Dramatis
Adegan
dramatis dalam film ini antara lain: pertama, awal-awal saat Pak Harfan
melihat arloji di balik tangan ketika sedang menunggu satu anak lagi;
kedua, sedihnya Bu Mus ketika Pak Harfan meninggal; ketiga, Lintang
mengayuh sepeda onthelnya yang ketinggian melewati padang rumput saat
matahari terbit, kemudian perjalanannya dihadang buaya, padahal hari itu
ia harus ikut lomba cerdas cermat. Sementara, di tempat lain semua
orang sudah panik menunggu dia yang tak kunjung tiba; keempat, ketika
Lintang pulang ke rumah dengan piagam juaranya, mendapati ayahnya tak
ada. Kemudian, ia menunggu ayahnya dengan berdiri di pinggir pantai
sambil memandang laut, namun ayahnya tidak akan pernah pulang lagi;
kelima, ketika Lintang mengirim surat kepada Bu Mus yang memberitahukan
bahwa ayahnya sudah meninggal dan dia terpaksa berhenti sekolah. Lintang
pun datang ke sekolah untuk berpamitan dengan Bu Mus dan
teman-temannya, kemudian Ikal mengerjarnya dengan mata berkaca-kaca
sambil berteriak, ”Lintaaaaaaaaang!”.
Penghargaan yang Diraih
Penghargaan yang Diraih
Mengapa film yang diadaptasi dari novel fenomenal karya Andrea Hirata ini menjadi film box office kebanggaan Indonesia? Pertama, film ini masuk dalam Berlin International Film Festival 2009. kedua, film ini masuk dalam official selection Hong Kong International Film Festival 2009. ketiga, film ini ternyata masuk dalam best film & best editor nomination Asia Film Awards 2009.
Dalam ajang Festival Film Bandung (FFB)
2009 ke-22 yang berlangsung di Hotel Horison, Bandung, film ini berhasil
membawa pulang 6 dari 11 penghargaan. Enam penghargaan tersebut adalah
kategori sutradara terpuji atas nama Riri Riza, penata musik terpuji
yaitu Aksan dan Titi Sjuman, penata artistik terpuji Eros Elfin, pemeran
utama wanita terpuji Cut Mini, pemeran pembantu pria terpuji
Ikranagara, dan tentu saja film terpuji.
Penghargaan tak henti-hentinya diraih film Laskar Pelangi. Setelah dinobatkan sebagai film terpuji, film ini juga menjadi best film di Indonesian Movie Awards (IMA) 2009 yang berlangsung pada tanggal 16 Mei 2009 sampai tanggal 17 Mei 2009 di stasiun televisi RCTI. Pada acara ini, Laskar Pelangi mendapat 4 penghargaan, ditambah satu penghargaan untuk soundtrack favorit, Nidji dengan lagunya yaitu Laskar Pelangi.
Penghargaan pertama diraih oleh Zulfani sebagai pendatang baru pria
terfavorit. Penghargaan kedua diraih oleh Ikranagara sebagai pemain film
pria terbaik. Penghargaan ketiga berhasil diraih oleh Cut Mini sebagai
pemain film wanita terbaik. Yang paling membanggakan adalah mendapatkan
penghargaan sebagai film terbaik mengalahkan film Ayat-Ayat Cinta, Perempuan berkalung Sorban, 3 doa 3 cinta, Fiksi,dan film Gara-gara Bola.
Menjelang akhir tahun 2009, film laris Laskar Pelangi (The Rainbow Troops) membuat catatan indah. Film ini memenangi kategori the best picture alias film terbaik pada Asia Pacific Film Festival (APFF) ke-53, 16-20 Desember lalu, di Kaoshiung, Taiwan. Film yang baru saja merilis sekuelnya, Sang Pemimpi, tersebut menuai prestasi serupa dengan Daun di Atas Bantal 12
tahun lalu. Tambahan pula, Cut Mini mendapatkan predikat ”aktris
terbaik” pada Festival Film Independen Internasional di Brussel, Belgia,
tahun 2009.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar